Mengenal Lebih Jauh I Gusti Ayu Kadek Murniasih: Seniman Wanita terkenal asal Bali

Di tulis oleh: riezky
Bulan Maret dikenal sebagai bulan perempuan. Peringatan Hari Perempuan Internasional yang jatuh di tanggal 8 Maret kemarin menjadi momen untuk merayakan dan mengapresiasi kontribusi perempuan dalam berbagai bidang. termasuk seni. Seni, khususnya seni rupa telah berkembang menjadi ruang penting bagi semua untuk mengekspresikan pengalaman, gagasan, serta perjuangan perempuan dalam mencapai kesetaraan. Di Indonesia sendiri, salah satu seniman perempuan yang dampak besarnya telah mengubah konsepsi publik mengenai seni ialah I Gusti Ayu Kadek Murniasih. Murni melahirkan karya-karya seni yang berani dan tanpa kompromi menggambarkan realitas perempuan – membuka diskusi tentang seksualitas, identitas, dan kebebasan berekspresi di tengah masyarakat yang masih sarat norma konservatif.
Murni menggunakan media seni untuk menuangkan perasaan dan menggambarkan pengalamannya menjadi perempuan secara jujur dan tanpa sensor. Tidak hanya mendobrak batasan dalam seni, Murni juga menciptakan narasi baru dalam melihat tubuh dan pengalaman dari perempuan, menjadikannya salah satu figur perempuan yang memiliki dampak yang pivotal bagi perjuangan kesetaraan gender pada perempuan. Dalam artikel ini, Tim Artiknesia telah mengumpulkan 3 fakta menarik tentang perjalanan hidup dan kisah seni dari Murni yang menjadikannya ikon penting dalam seni rupa di Indonesia.
1. Tumbuh besar dalam Dua Budaya
I Gusti Ayu Kadek Murniasih alias Murni, lahir di Bali, 21 Mei 1966. Pada masa kanak-kanaknya, Murni harus ikut Ayahnya bertransmigrasi ke Sulawesi. Pada tahun 1987, Murni memilih untuk kembali ke Bali. Di Bali, ia belajar melukis di bawah bimbingan I Dewa Putu Mokoh, seorang seniman dengan aliran Pangosekan. Semakin ia memperdalam dan mempelajari keseniannya, Murni menemukan identitas artistiknya sendiri dengan mengeksplorasi bentuk tubuh manusia dan menerapkan pengalaman hidupnya pada karya seni yang ia buat. Karya-karya Murni menampilkan hasil karya yang berani dan personal, mendobrak batasan estetika konvensional di masa itu.
My Sepatu, Acrylic on Canvas, 40 x 30.5 cm
1997
Pengalaman dan perjalanan hidupnya Murni tuangkan dalam karya-karyanya. Pengalaman pahit, trauma dan identitas serta pengenalan diri Murni sebagai seorang perempuan banyak menginspirasi karya-karya yang ia produksi.
2. Menggunakan Seni sebagai Medium untuk Menyuarakan Trauma dan Identitas Perempuan
Murni menjadikan seni sebagai ruang miliknya untuk mengolah dan menyuarakan pengalaman hidupnya, termasuk trauma yang ia alami. Murni mengangkat seksualitas, tubuh perempuan, hingga ketidakadilan gender menjadi inti dari karya-karya yang ia lahirkan. Saat itu, hal-hal dan isu-isu yang Murni angkat masih dianggap tabu dalam seni rupa Indonesia, Murni tidak takut menampilkan narasi yang berangkat dari pengalaman perempuan, menjadikan seni sebagai sarana ekspresi dan penyembuhan diri.
At Santika, Acrylic on Canvas, 30 x 25 cm
2003
3. Pengakuan Internasional
Murni meninggal di tahuu 2006 akibat sakit kanker yang dideritanya. Setelah kepergian Murni, karya-karyanya semakin banyak diapresiasi dan mendapat rekognisi luas dari publik. Karya-karyanya yang begitu modern dan lepas dari teknik konvensional membuat karyanya semakin disanjung, terlebih Murni yang memiliki teknik pengajaran tradisional Pangosekan mencampurkan teknik tersebut dengan ciri khas nya yang semakin menunjukkan sisi liar dan brutal juga keindahan dari lukisannya. Membuat lukisannya stand out dan menarik hati audiens, baik lokal maupun internasional.
Berkaraoke Ria (Having Fun Karaoke-ing), Acrylic on Canvas, 25 x 25 cm
2001